Kamis, 27 Februari 2014

Demokrasi menurut Iman Kristen



Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti “Rakyat” dan kratos yang berarti “pemerintahan, kekuatan”. Dengan demikian, demokrasi dapat di mengerti sebgai:
1.     Bentuk pemerintahan dimana keputusan politiknya ditentukkan sebagian besar oleh rakyat biasa melalui wakil-wakil yang dipiih pemilihan berkala secara bebas.
2.      Suatu pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat; sehingga demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
3.      Sebuah keadaan yang di dalamnya terdapat kebebasan, persamaan, dan permusyawaratan.
4.      Pandangan hidup yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa di dalam membentuk nilai-nilai bersama di dalam masyarakat.
Pemerintah yang bersifat demokratis pertama kali di praktikan oleh bangsa Yunani. Di Athena kuno,demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat. Namun demikian, yang di maksudkan “rakyat” di sini tidak sama dengan rakyat dalam pengertian kita sekarang. “rakyat” di Athena adalah laki-laki merdeka, kaum bangsawan, yang berbeda dengan perempuan, rakyat  jelata dan para budak yang tidak mempunyai hak untuk ikut serta menata kehidupan masyarakat.
Betapapun demikian, gagasan tentang demokrasi itu kemudian berkembang, mula-mula di Amerika Serikat dan belakangan semakin meluas di seluruh dunia. Meskipun demikian, di Amerika Serikat demokrasi mula-mula tidaklah seperti yang kita bayangkan sekarang – dengan rakyat yang memerintah melalui wakil-wakil mereka di parlemen dst. Pada awalnya, hanya lelaki kulit putih dewasa yang memiliki property ( tanah, pegunungan, lading, dll) yang mempunyai hak pilih. Para budak asal Afrika, orang-orang kulit hitam merdeka , bahkan perempuan kulit putihpun, tidak memiliki hak ini.
Pada 1789, Prancis mengadopsi “ Deklarasi Hak-hak manusia dan warga Negara “. Meskipun demikian, Dewan Konvensi Nasional (= DPR), hanya dipilih oleh laki-laki. Hal ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah  Prancis pada waktu itu belum sepenuhnya bersifat demokratis. Begitu pula halnyya denga Amerika Serikat yang kini sering dianggap sebagai pembela demokrasi di dunia. Hak pilih laki-laki kulit hitam keturunan para budak baru diakui pada tahun 1870 dan hak pilih kaum perempuan baru diakui pada tahun 1920.
Di masa kini banyak Negara di dunia yang mengaku  “Demokratis”, artinya, berdasarkan demokrasi. Ada yang bentuknya demokrasi Liberal seperti di Amerika Serikat, ada demokrasi sosialis seoerti di sejumlah Negara Skandinavia, atau demokrai komunis seperti republic demokratis rakyat Korea, nama resmi Negara Korea Utara . Namun, label “Demokrasi” bukanlah jaminan apa-apa. Di Korea Utara, misalnya, hanya ada satu partai politik sehingga rakyat tidak mempunyai pilihan dalam proses pemilihan umum.
Jadi, meskipun banyak Negara menyebut dirinya ”demokratis” , pada praktiknya banyak diantaranya yang tidak benar-benar demokratis. Belum seluruh rakyatnya mempunyai hak memilih dan dipilih. Rakyat tidak sepenuhnya berkuasa, karena system yang dibangun memang tidak memungkinkan rakyat untuk memerintah dan berkuasa. Sebaliknya, rakyat dapat di perlemah dengan berbagai peraturan dan larangan.

DEMOKRASI DI INDONESIA
Negara Indonesia bertujuan melindungi dan menyejahterakan rakyat sesuaidengan pembukaan UUD 1945.
          Melalui perjalanan panjang dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia, bangsa Indonesia telah menetapkan bahwa demokrasi yang akan dilaksanakan adalah demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila dalah system pemerintahan Negara yang berlandaskan pada falsafah Pancasila dan di dalam pelaksanaannya berpedoman pada segala ketentuan yang terdapat pada Pancasila dan UUD 1945. Konsekuensi penerapan demokrasi Pancasila ini, antara lain :
·        Negara harus menjamin kebebasan untuk menganut dan menjalankan agama atau kepercayaan yang di yakini;
·        Pengakuan terhadap proses demokrasi dalam segala urusan kemasyarakatan.
·        Adanya persatuan bangsa yang tidak membeda-bedakan agama, suku, ras, golongan ekonomi, dll. Sekaligus mengakui kepelbagaian yang ada di masyarakat.
·        Keadilan social yang berlaku bagi semua rakyat tanpa, terkecuali.
Dalam pelaksanaannya, demokrasi di Indonesia mengalami berbagai gejolak. Di masa orde lama di berlakukan “ demokrasi terpimpin” yang tidak memberikan kesempan kepada rakyat untuk mengembangkan inisiatifnya sendiri. Segala sesuatu harus dijalankan di bawah pimpinan presidenmyang berkuasa saat itu, Soekarno.
          Selama masa Orde Baru, meskipun teorinya di berlakukan “ Demokrasi Pancasila” , pada praktiknya keadaan tidak jau berubah dari masa Orde Lama. Bahkan dalam banyak hal partisipasi masyarakat dalam pemerintahan justru menjadi lebih sempit. Partai politik yang boleh hidup pada saat itu hanya tiga. Rakyat diwajibkan menyalurkan aspirasinya hanya lewat ke tiga partai tersebut. Pemilihan presiden dilakukan oleh majelis pemusyawaratan rakyat (MPR), yang hanya di perhadapkan pada satu pilihan saja :  Soeharto. Tidak mengherankan apabila selama Orde Baru Indonesia terus-menerus dipimpin oleh satu orang presiden saja yang dipilih hingga enam kali berturut-turut, karena orang tidak mempunyai pilihan yang lain.
          Parlemen, yang mestinya menjdai “ Dewan Perwakilan Rakyat” , telah menjadi alat penguasa semata-mata. Dalam keadaan seperti itu, rakyat justru memperoleh pemberdayaan lewat lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang  menolong rakyat yang hidup di sector formal dan informal seperti petani, buruh pabrik, pedagang kaki lima, pemungut sampah, dll. Lembaga-lembaga ini bergerak memberikan pelatihan, modal kerja, pengunaan teknologi tepat guna, bagi masyarakat. Ada pula lebaga-lembaga yang bergerak dengan memberikan bantuan hokum dan hak asasi manusia bagi kaum perempuan dan rakyat kecil yang tidak mempunyai dana untuk membela diri dalam menghadapi pihak-pihak yang lebih kuat.
          Beberapa lembaga swadaya masyarakat yang tumbuh dari lingkungan gereja dan yang banyak menolong masyarakat antara lain adalah: Moria GPKP, Layar Siantar ( Sumut ) ; Yayasan Bimbingan Kesejahteraan Sosial ( Solo ); Yayasan Alfa-Omega ( Timor ); yayasan Dian-Interfidei dai Kaliurang, Yogyakarta; yayasan pengembangan masyarakat desa ( YPMD)- Papua dll.
DEMOKRASI MENURUT IMAN KRISTEN
          Yohanes Calvin, salah sorang tokoh Reformasi Gereja, dapat dikatakan sebagai pencetus benih bagi system demokrasi modern. Calvin mengatakan bahwa gereja di bawa Allah, adalah sebuah republic rohani. Jabatan peatua dalam ajaran Calvin adalah jabatan yang mengatur gereja. Para penatua inilah, bukan seorang uskup, yang mengawasi pemberitaan Firman dan penerapannya dalam kehidupan gereja maupun warga gereja sehari-hari. Calvin, yang menyatakan  bahwa para pemimpin bertanggung jawab kepada rakyat dan dapat di gulingkan bila ternyata tidak memerintah dengan baik, memberikan suatu pemahaman baru tentang kedudukan rakyat dan raja.
          James Hasting Nichols, seorang pakar Sejarah Gereja dari Unversitas Chicago di AS menyatakan  bahwa sementara system politik Abad Pertengahan mulai tersisihkan, muncullah dua pemikiran keagamaan yang menguat pada abad ke- 19 . Yang pertama di wakili oleh gereja Katolik Roma, Anglikan, dan Lutheran, yang mengajarkan tentang “hak inilah yang dikaruniai Allah kepada raja” yang menyiratkan bahwa rakyat tidak berhak melawan raja. Aliran yang kedua diwariskan oleh gereja-gereja Calvinis yag menekankan pembatasan terhadap monarki,  kewajiban timbal balik antara Negara atau herarki dengan dirinya dan Allah. Teologi Calvin ini kemudian memberikan pengaruh yang kuat kepada system pemerintahan yang di kembangkan di Amerika Serikat, yang kemudian menjadi suatu system demokratis.
          Berdasarkan hal di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa setiap orang Kristen wajib berperan aktif dalam kehidupan berdemokrasi. Hal ini dapat di wijudkan, antara lain dalam turut berpartisipasi aktuf dalam pemilu, menjadi anggota partai politik, turut secara akif dalam pengambilan keputusan yang mengatur kehidupan bersama, dan bentuk-bentuk kegiatan polotk lainnya. Dengan demikian, orang Kristen ikut mengontrol penggunaan kekuasaan oleh pemerintah, dan ikut serta bertanggung jawab menciptakan hidup yang lebih sejahtera di tengah masyarakat.
          Iman Kristen menegaskan bahwa semua kuasa berasal dan hanya milik Allah. Kuasa adalah pemberian Allah yang harus di pertanggungjawabkan dalam pelayanan masyarakat. Oleh karena itu, setiap orang Kristen yang terlibat dalam berbagai kegiatan politik wajib menyuarakan suara kenabian. Suara kenanbian itu di dasarkan pada nilai-nilai yang universal, yaitu: menegakkan keadilan, menyatakan kebenaran, menghormati kebebasan yang bertanggung jawab, memperjuangkan kesejahteraan, dan mempraktekkan Kasih kepada semua orang.
          Kelemahan yang selama ini terjadi adalah orang Kristen cenderung menghidari keterlibatan dala aktivitas yang “berbau” politik. Politik hanya dianggap sebagai urusan orang-orang tertentu saja, yang terlibat di partai politik ( anggota DPR/DPRD ), atau pemerintah. Warga gereja lainnya merasa sudah cukup kalau menjadi “penonton” saja. Padahal , sadar atau tidak, di dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara semua warga Negara akan menanggung dampak dari setiap keputusan politik yang ditetapkan. Dengan berpartisipasi aktuf dalam kegiatan politik, orang Kristen turut menata kehidupan bersama, sekaligus merupakan upaya kita untuk mewujudkan nilai-nilai demokrasi yang sesuai dengan iman Kristen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar